Kelapa sawit merupakan komoditas andalan Indonesia dan menyumbang 18% dari total nilai ekspor non-migas pada semester I–2025 AInvest. Seiring meningkatnya permintaan global akan minyak nabati yang terjangkau, tantangan utama adalah memastikan pertumbuhan ekspor berlangsung secara berkelanjutan—ramah lingkungan, bertanggung jawab sosial, dan ekonomis.
Tren Ekspor dan Kontribusi Ekonomi
Pada Juni 2025, ekspor kelapa sawit Indonesia tumbuh 15,1% year-on-year mencapai pangsa signifikan dalam total ekspor, mendorong surplus perdagangan sebesar US$4,11 miliar Reuters. Di kuartal I 2025, volume ekspor mencapai 7,4 juta ton dengan nilai US$7,05 miliar, naik 20% dari periode yang sama tahun sebelumnya berkat kenaikan harga CPO dan turunannya AInvest.
Kebijakan Pemerintah untuk Ekspor Berkelanjutan
Pemerintah menaikkan bea keluar CPO dari 7,5% menjadi 10% sejak Mei 2025, bertujuan mendorong hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah produk ﹘seraya tetap mempertimbangkan daya saing harga di pasar internasional﹘ serta memacu investasi ke fasilitas pengolahan domestik USDA Apps. Selain itu, penerapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) diwajibkan untuk seluruh pelaku usaha mulai 24 November 2025, memastikan praktik budidaya yang memenuhi prinsip kelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosial Permitindo.
Memperluas Sertifikasi dan Kemitraan Global
Kolaborasi pemerintah dengan sektor swasta—seperti kemitraan Musim Mas dengan Pemerintah Denmark dan Ferrero—memfasilitasi dialog tentang praktik inklusif dan memperkuat daya saing produk sawit berkelanjutan Indonesia di pasar Eropa dan Amerika Utara Musim Mas. Pada 2025, RSPO juga merilis Agenda Riset 2025 untuk memperdalam solusi evidence-based dan memperkuat standar global sertifikasi sawit berkelanjutan RSPO.
Menjawab Permintaan Pasar Berkembang
Kebijakan pajak ekspor yang kompetitif telah mengerek ekspor ke Asia Selatan: impor sawit India melonjak 245% month-on-month pada Februari 2025, memanfaatkan selisih harga yang lebih murah dibandingkan minyak kedelai AInvest. Selain itu, Indonesia membuka peluang transfer teknologi dan pelatihan ke produsen sawit di Tanzania, memperkuat kerjasama Selatan–Selatan dan menciptakan chananel ekspor baru Ecofin Agency.
Tantangan Regulasi Internasional
Regulasi Uni Eropa yang semakin ketat terhadap jejak deforestasi sawit mendorong produsen untuk memenuhi standar traceability dan sertifikasi lestari; kebijakan ini sempat memicu kekhawatiran oversupply lokal dan penurunan harga hingga RM4.200 per ton Financial Times. Di Amerika Serikat, ancaman kenaikan tarif hingga 32% juga menjadi tantangan bagi pasar ekspor, meski saat ini masih dipertimbangkan pada level 19% melalui kesepakatan diplomasi perdagangan Reuters.
Kesimpulan
Untuk meningkatkan ekspor kelapa sawit secara berkelanjutan, Indonesia perlu mengoptimalkan kebijakan fiskal, memperluas sertifikasi ISPO/RSPO, dan memperkuat kemitraan internasional. Strategi ini akan menjaga daya saing harga sambil memenuhi ekspektasi pasar global akan praktik agrikultur yang bertanggung jawab, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional serta konservasi lingkungan di era 2025.